polrestamedan.com – Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) mengingatkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) beserta pemerintah kabupaten/kota dengan menyampaikan lima masalah besar yang berpotensi menjadi pemicu permasalahan sosial di Sumut.
Lima masalah besar yang menjadi perhatian Polda Sumut adalah tuntutan pembebasan lahan 5.000 Ha eks HGU (Hak Guna Usaha) PTPN 2 Tanjung Morawa yang diklaim hak warisan, kasus pembongkaran Mesjid Al-Ikhlas di Jl Timor Medan yang mendapatkan protes dari sejumlah ormas Islam di Sumut, pemindahan ratusan kepala keluarga (KK) dari lokasi Taman Nasional Gunung Leuser di Kabupaten Langkat korban konflik Aceh.
Keempat, konflik antara masyarakat dengan PT Sorikmas Mining yang bergerak dalam penambangan emas di Kabupaten Mandailing Natal dan eksekusi Register 40 di Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara yang ditetapkan sebagai kawasan hutan yang saat ini dihuni ratusan KK anggota sebuah koperasi.
Menurut Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Kapolda Sumut), Irjen Wisjnu Amat Sastro, lima masalah hangat itu yang sedang terjadi dan membutuhkan penyelesaian secara cepat agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. “Harus cepat diselesaikan. Kalau tidak, bisa menjadi masalah sosial,” katanya, hari ini.
Menurutnya, untuk masalah Mesjid Al-Ikhlas, Pemprov Sumut perlu memfasilitasi upaya komunikasi dengan berbagai ormas Islam untuk menjelaskan duduk masalah pemindahan rumah ibadah tersebut. Karena tanpa adanya komunikasi yang intensif, dikhawatirkan permasalahan tidak akan pernah tuntas dan terus menjadi potensi masalah.
Sedangkan masalah pemindahan ratusan KK dari lokasi Taman Nasional Gunung Leuser di Kabupaten Langkat, Pemprov Sumut dan Pemkab Langkat perlu menetapkan lokasi pemindahan dan menyiapkan sejumlah kemungkinan untuk menjadi sumber mata pencaharian. “Itu harus diselesaikan, jangan asal mengusir saja,” katanya.
Demikian juga dengan permasalahan antara masyarakat Mandailing Natal dengan PT Sorikmas Mining yang bergerak dalam penambangan emas yang memakan korban jiwa. Pemkab Mandailing Natal perlu menyosialisasikan tentang pentingnya menaati hukum, termasuk upaya penegakan hukum atas kerusuhan yang dilakukan masyarakat di kamp perusahaan tersebut.
Jika tidak, lanjut Wisjnu, hal itu dapat menimbulkan berbagai preseden buruk, termasuk hilangnya kepercayaan investor karena tidak pastinya penegakan hukum di tanah air.
Adapun masalah selanjutnya adalah tuntutan masyarakat terhadap lahan eks HGU PTPN 2 dengan 5.000 hektare lebih karena dianggap milik dan warisan dari para pendahulunya. “Penyelesaiannya harus cepat, karena semakin lama semakin sulit menyelesaikannya,” sebut mantan staf ahli Kapolri itu. (waspada.co.id)