polrestamedan.com – Sedikitnya pada rentang waktu Januari sampai medio November 2011 aksi unjuk rasa yang terjadi di Kota Medan dan sekitarnya sebanyak 1.362 peristiwa.
“Unjuk rasa itu dengan melibatkan massa lebih kurang sebanyak 32.130 orang dari berbagai kelompok masyarakat, mahasiswa dan pemuda,”kata Kasat Intelkam Polresta Medan , Kompol Ahyan, S.Sos di Kamus II IAIN SU Jalan Willem Iskander Medan Estate, Kamis (24/11).
Sedangkan gedung Kejatisu merupakan tujuan paling banyak yang menerima aksi demo, ungkap Komisaris Polisi Ahyan yang menyampaikan itu pada workshop dengan tema “Refleksi Berunjukrasa Sesuai Dengan Nilai Pancasila”.
Dikatakan dia, tuntutan yang paling banyak disampaikan massa adalah terkait persoalan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Dirincikan Ahyan, berdasarakan catatan mereka sedikitnya 216 aksi demo terjadi di gedung Kejatisu, 198 di gedung DPRDSU, 131 di kantor Walikota Medan, 112 di kantor Gubsu dan 53 di DPRD Kota Medan serta enam aksi di Dinas Tenaga Kerja Medan.
Selain persoalan kasus KKN di instansi pemerintah, permasalahan politik, ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah, masalah hak normatif buruh dan penanganan hukum yang belum terselesaikan juga menjadi isu yang disampaikan massa.
Pemicu aksi unjukrasa anarkis, kata dia, karena keinginan kelompok pengunjukrasa, kurangnya koordinasi pengunjukrasa dengan aparat keamanan, cara berpikir demonstran yang menyimpang, faktor psikologis, faktor kelompok terorganisir, dan ketidak percayaan terhadap hukum.
Sedangkan aksi unjukrasa berjalan normal, tambahnya, ketika ada yang menampung aspirasi massa, keinginan pengunjukrasa terpenuhi, kelompok massa memahami UU No 9 Tahun 1998, massa memiliki kesadaran hukum, pengunjukrasa memiliki pola pikir bijak dan dewasa, dan tidak terprovoksi pihak lain, jelasnya.
Selain Ahyan, seminar yang digagas LSM Anak Bangsa itu, juga menghadirkan narasumber, Kabid Pembinaan Politik Dalam Negeri Bakesbang Pol dan Limas Sumut, Ahmad Firdausi Hutasuhut dan Drs Ansari Yamamah, MM dari IAIN-SU dengan peserta kalangan aktivis, pengurus BEM di Sumut, OKP dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta. Acara diawali sambutan Ketua LSM Anak Bangsa, Amrizal .
Sementara itu, Kabid Pembinaan Politik Dalam Negeri Bakesbang Pol dan Linmas Sumut, Achmad Firdausi Hutasuhut mengatakan di era reformasi ini aksi unjukrasa menyampaikan aspirasi dibenarkan.
Agar aksi berjalan baik dan damai, maka pengunjukrasa harus menjunjung tinggi etika.
Pedoman
Dia menyarakan agar setiap melakukan aksi, pengunjukrasa harus berpedoman kepada empat pilar kebangsaan. Pertama UUD 1945, Pancasila, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
Disamping itu, masyarakat perlu dibina semua stakeholders baik partai politik, ormas, LSM, tokoh masyarakat, KPUD, Panwas, sehingga tercipta kerjasama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat.
“Bila ini berjalan maka aksi yang santun dan bermoral akan terwujud. Untuk itu, etika dan moral harus tetap terus dipelihara demi menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa, ” ujarnya.
Drs Ansari Yamamah, MA mengatakan mahasiswa adalah tulang punggung perubahan yang lebih baik bagi sebuah bangsa. Untuk itu, mahasiswa harus bisa mengelola potensinya dalam mewujudkan cita-cita nasional.
“Kemampuan mahasiswa dapat disatukan dengan karya nyata, bukan malah sebaliknya disibukkan dengan urusan politik praktis yang tujuannya hanya kepentingan sesat, seperti misalnya sering dimamfaatkan kelompok tertentun sembagai mesin demo, ” tegasnya.
Berjiwa Besar
Dia mengatakan di Indonesia saat ini begitu banyak organisasi kemahasiswaan yang telah melupakan berpikir besar dan berjiwa besar secara objektif untuk kemanjuan bangsa, tapi, hanya menyibukkan diri dengan kepentingan prbadi, bahkan menggadaikan ideologinya demi memenuhi kebutuhan sesat.
“Indonesia hari sedang sakit. Salah satu penyebabnya hampir semua masyarakat tidak terkecuali mahasiswa disibukkan urusan politik pragmatis, ” tegasnya.
Sedangkan perjuangan mahasiswa dari berbagai aksi, kata Ansari merupakan sebuah kegelisahan dan ketidakjelasan arah akibatnya cita-cita reformasi gagal. “Aksi demo merupakan senjata pamungkas bagi mahasiswa menyampaikan aspirasi,”ucap dia.
Ketika senjata itu ditangkis pihak terkait, maka tidak ada lagi kemampuan mahasiswa melawan. Aksi demo merupakan senjata terakhir melawan penyimpangan. Lebih baik, mahasiswa menyampaikan aspirasi secara bertahap, dialog atau diskusi, begitu tahapan ini buntu, maka senjata pamungkas yakni demonstarsi.
“Meski begitu bisa dilakukan, tapi, tetap santun dan dengan daya intelektual tinggi,” katanya. (rmd/ analisadaily.com)