Polrestamedan.com Ratusan kaum ibu dari Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Sumatera Utara melakukan aksi unjuk rasa ke Gedung DPRD Kota Medan dan DPRD Sumut, Selasa (20/1). Mereka menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang akan diberlakukan pemerintah pada 1 April mendatang.
Dengan membawa anak-anak, jerigen tempat BBM, dan sejumlah peralatan dapur, pengunjuk rasa mengecam kebijakan pemerintahan SBY-Budiono yang akan menaikkan harga BBM, karena kenaikan itu akan menambah beban ibu rumah tangga selaku pengelola keuangan rumah tangga.
“Kenaikan harga BBM bila benar-benar dilakukan pasti akan menambah berat beban hidup masyarakat. Kaum ibu adalah salah satu pihak yang langsung akan merasakan akibatnya. Sistem kapitalisme hanya menghasilkan penderitaan bagi umat terlebih lagi bagi perempuan,” kata Linda Wulandari, koordinator aksi.
Kenaikan BBM, lanjut Linda, merupakan bentuk kegagalan pemerintahan SBY-Budiono. Dengan demikian penyelesaian permasalahan saat ini tidak cukup hanya dengan mengganti SBY tetapi juga harus mengganti atau merubah sistim.
“Ganti rezim, ganti sistim, ganti demokrasi kapitalis dengan sistem syariah. BBM naik khilafah solusinya,” ujarnya yang disambut dengan teriakan takbir ‘Allah Hu Akbar’ oleh ratusan pengunjuk rasa lainnya.
Linda menegaskan, apabila pemerintah tetap menaikkan harga minyak, pihaknya akan menggerakkan massa lebih besar lagi. “Jika harga BBM naik, kami akan menurunkan massa lebih besar lagi dari sekarang. Kami minta pemerintah mendengar tuntutan masyarakat,” pungkasnya.
Aksi unjuk rasa massa HTI tersebut diterima Wakil Ketua DPRD Medan Ikrimah Hamidy didampingi sejumlah anggota DPRD Medan lainnya. Ikrimah mengatakan, kebijakan pemerintah yang akan menaikkan BBM masih menjadi perdebatan di kalangan internal partai dan parlemen.
Ikrimah juga menilai, kebijakan pemerintah akan menaikkan harga BBM ini dikarenakan tidak sinkronnya UUD 1945 dengan UU Migas tahun 2002. Dalam UUD jelas dikatakan bumi, air, dan sumber daya alam lainnya dikuasai langsung oleh negara dan digunakan untuk keentingan rakyat.
“Tapi UU Migas tahun 2003 memberikan kesempatan kepada pihak asing untuk mengelola sumber daya alam sehingga privatisasi muncul. Masyarakat bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan ketidak konsistenan UUD dengan UU Migas. Hanya ini jalan satu-satunya memperbaiki sistem pengelolaan suber daya alam kita,” kata Ikrimah. Sementara itu, Muslimah HTI hanya berorasi di luar pagar gedung DPRD Sumut. Massa yang dipimpin Koordinator Lapangan Nisa tidak bisa memasuki halaman gedung dewan karena dihadang puluhan aparat kepolisian, sementara pintu pagar DPRD Sumut juga terkunci.
Aspirasi Muslimah HTI Sumut kemudian diterima Anggota DPRD Sumut dari PKS Muhammad Nasir. Dia mengatakan, aspirasi akan ditindaklanjuti dan disampaikan kepada Pimpinan DPRD Sumut. ( Harian Andalas )